Aku masih ingat kejadian itu. Di suatu siang, gerobak mie ayam ikut menjadi
saksi sebuah ukiran indah terlukis di wajahmu. Lebih indah dari rangkaian warna
pelangi yang muncul mengusir langit mendung. Lebih indah dari sinar kuning keemasan yang mengantar kemunculan sang surya naik ke
tahtanya. Itu adalah senyummu, Ma. Senyum sumringah yang kau ukirkan di wajahmu
saat kau tahu anakmu berhasil mencetak prestasi pertamanya di bangku SMP.
Kala itu senyummu terasa berbeda. Bukan lagi senyum yang selalu kau berikan
untuk membesarkan hatiku yang tak pandai mengukir prestasi. “Anak mama hebat”,
“Pinter, anak mama”. Begitu selalu
katamu sambil tersenyum saat melihat nilai raporku yang sepi prestasi. Tak
pernah sekalipun kau marah, seperti yang ditakutkan teman-temanku setiap hari
pembagian rapor tiba. Kau selalu meyakinkanku kalau suatu saat aku bisa menjadi
anak hebat.
Dan ketika keyakinan serta doa yang selalu kau panjatkan
untukku terkabul, kau pun
mengukir senyum megahmu. Senyum yang bertahta bangga bertabur bahagia, yang
memukau hatiku. Senyum yang membersitkan kebanggaan di hatiku. Bangga karena
aku bisa membanggakanmu. Dan tahukah kau apa yang aku bisikan di hatiku saat
itu?
“Ya Allah, aku ingin melihat senyum seperti ini, lagi dan lagi”
Aku tak perlu hadiah seperti yang selalu kau janjikan bila aku bisa
berprestasi. Aku tak perlu pujian dari guru atau teman-temanku. Senyummu adalah
motivasi belajarku. Senyummu adalah hadiah yang kunantikan di penghujung
semester. Senyummu adalah piala kemenanganku.
Selamat hari ibu, Ma. Semoga Allah selalu memudahkan jalanku untuk selalu
membanggakanmu. Agar senyum megahmu terukir setia di wajahmu.
Kecup sayang untukmu, Mama. Love you,
more and more… :*
1 comments:
Aminn...semoga senyum ibunda akan selalu terukir melihat putrinya tumbuh menjadi pribadi yang sholehah...
Post a Comment