13 going on 30, nice movie



Film 13 going on 30 adalah sebuah film yang dibintangi oleh Jennifer Garner, Mark Ruffalo, dan Judy Greer. Film hasil garapan sutradara Gary Winick ini berkisah tentang seorang gadis remaja berusia remaja yang bernama Jenna. Jenna bukan siswi terkenal di sekolahnya. Ia cuma bergaul dengan Matt, anak laki-laki gemuk yang tinggal di sebelah rumahnya dan gemar memotret. Jenna sangat menginginkan menjadi seorang gadis yang populer, bergaya, dan disukai banyak orang seperti para anggota “Six Chick” yang begitu populer di sekolahnya. Jenna sangat mengidolakan mereka khususnya Tom-Tom, ketua geng tersebut. Bagi Jenna, mereka adalah sosok gadis sempurna yang bergaya keren dan disukai banyak laki-laki. Hal tesebut berbeda sekali dengan dirinya yang menurutnya nggak menarik. Jenna berusaha untuk dapat diterima oleh para anggota six chicks. Tapi apapun yang ia lakukan, ia tetap ditolak. Jenna sedih dan menyalahkan dirinya sendiri. Ia merasa nggak nyaman menjadi seorang gadis berusia tiga belas tahun dengan keadaan tubuh yang ia miliki dan segala peraturan orangtuanya. Ia pun mendambakan menjadi seorang wanita berusia tiga puluh tahun yang sukses dan bisa bersenang-senang. Akhirnya saat ulangtahun, Matt memberinya sebuah rumah buatan yang dilengkapi dengan serbuk impian. Saat itulah impiannya terwujud. Saat ia membuka mata, ia mendapatkan semua impiannya. Jenna berubah menjadi wanita berusia 30 tahun. Ia menjadi seorang editor dari majalah fashion “Poise” dan memiliki kehidupan yang mewah. Jenna senang sekali apalagi ia telah menjadi ketua dari geng “Six Chick” dan berteman baik dengan Lucy (Tom-Tom). Tapi kesenangan dan kebanggaannya nggak berlangsung lama. Ia mulai menyadari bahwa dirinya di usia tersebut bukanlah orang yang baik. Jenna dikenal sebagai wanita sombong, licik, dan memiliki pergaulan bebas. Bahkan hubungannya dengan Matt dan orangtuanya pun merenggang. Saat menyadari hal tersebut, Jenna berusaha untuk mengubah semuanya. Tapi usaha tersebut akhirnya gagal karena penghianatan Lucy. Hal itu bersamaan dengan keputusan Matt untuk menikah dengan gadis lain. Saat itulah Jenna merasa sangat kehilangan dan ingin kembali pada masa lampau.



This movie is one of my favorite movies. Sang sutradara, Gary Winick, berhasil menyampaikan ide dalam film ini. Sutradara ingin menyampaikan bahwa kita harus dapat menerima diri sendiri apa adanya. Sehebat apapun orang lain di mata kita, menjadi diri sendiri adalah hal yang terbaik dan terindah. Ide tersebut tersirat dari kisah Jenna. Saat itu, ia sangat ingin menjadi wanita berusia tiga puluh tahun yang bisa bersenang-senang dan sukses. Tapi saat impian itu menjadi kenyataan, banyak sekali hal-hal yang nggak sesuai dengan dirinya. Dengan menjadi wanita seperti impiannya, ia kehilangan teman sejatinya dan kehilangan dirinya sendiri.
Selain memiliki cerita yang menarik, film ini juga didukung oleh tim kerja yang baik. Salah satu unsur penting dari film ini adalah kostum. Susi Desanto, penata kostum dalam film ini, berhasil memilih kostum yang tepat sesuai dengan karakter dan juga setting film ini. Saat Jenna berusia tiga belas tahun, setting pada film ini adalah tahun 80-an. Desanto memilih kostum yang dapat dikatakan keren pada zaman itu untuk dikenakan oleh para anggota six chick dan juga kostum yang “norak” untuk Jenna. Saat impian Jenna terwujud, setting filmnya adalah tahun 2004. Jenna dan Lucy sama-sama bekerja di majalah fashion sehingga keduanya harus berpenampilan modis. Desanto memilih kostum yang cocok untuk mereka berdua tapi tetap mempertahankan karakteristik masing-masing. Sesuai dengan karakter Jenna yang modis, feminim dan manis, dia pun memilih warna-warna lembut untuk Jenna dan Lucy dengan karakter yang sama-sama modis tapi agak sedikit tegas diberikan warna-warna baju yang lebih berani. Sehingga meskipun sama-sama berpenampilan baik, keduanya tetap memiliki gaya yang berbeda.


Dari segi pengambilan gambar, sutradara biasanya nggak langsung memunculkan tokohnya. Sutradara menyorot keadaan atau situasi di sekitar lokasi terlebih dahulu kemudian memfokuskan frame pada pemainnya perlahan-lahan. Contohnya adegan saat Jenna keluar dari kantornya, mula-mula kamera menyorot pada situasi di luar kantor yang dipenuhi orang-orang, lalu tokoh pun muncul dari balik orang-orang tersebut. That’s nice karena terasa lebih hidup.

Adegan-adegan yang ada di dalam film ini dibuat senatural mungkin, nggak dibuat-buat, dan nggak berlebihan. Cuma satu yang kurang jelas yaitu saat Jenna menjadi wanita berusia tiga puluh tahun, apakah sebenarnya secara psikologis dirinya sudah berubah menjadi wanita dewasa atau cuma usia dan penampilannya saja yang berubah tapi secara psikologis masih tetap remaja? Karena jika dilihat dari adegan-adegan dalam film tersebut, Jenna cuma merasa sedikit bingung pada hari pertama, selanjutnya dia bisa dengan mudah beradaptasi dan bertingkah laku seperti wanita dewasa. Padahal, remaja tiga belas tahun tentu berbeda dengan wanita berusia tiga puluh tahun baik dari segi sikap maupun pikirannya. Jenna yang sebelumnya nggak bisa berdandan pun kemudian dapat menata gaya sendiri untuk pergi ke pesta. ???

But overall, this movie is unforgettable.

0 comments: