Ada "Udang" Di Balik Cinta

Suatu pagi di tengah rutinitasku menyiapkan report, aku sempatkan menyapa teman-temanku via BBM. Sekedar say hello dan memberi secangkir semangat pagi. Biasanya chatting singkat saja. Tapi pagi itu percakapan kami jadi agak panjang karena tiba-tiba temanku mengajukan sebuah pertanyaan:

gmn pdapat lo ttg cwo yg ska lo krn profesi?”
Photo by Windawinz

Aku diam sejenak. Banyak hal yang berdesakan di kepalaku. Jawabanku bisa jadi essay kalau kutuangkan semua isi di kepalaku (lebay :D). Aku singkat saja dan inilah jawabanku:

Jatuh cinta itu tjadi krn org yg qt sukai memenuhi kriteria alam bawah sadar qt ... mgkn cwo itu mhubungkan profesi bidan (profesi temanku) sbg sosok yg keibuan, helpful, baik… Nah, mgkn itulah kriteria alam bwh sadarnya

Jawabanku langsung dapat serbuan kritik. Hahaha,, Ini pertanyaan bebas bukan? Kenapa kalau tidak sependapat langsung diserang? (*colek Can & Cun :p). Intinya mereka tidak setuju kalau cinta itu ada alasan A, B, C. Menurut mereka cinta itu tumbuh dengan sendirinya. Kalau ada alasannya, berarti cintanya nggak tulus atau bisa pula dangkal.

Well, aku tidak sedang menilai ketulusan ataupun kedalaman cinta pria itu. Aku hanya coba menganalisa bagaimana pria itu menyukai temanku. “Sabar-sabar, penjelasannya belum selesai”, gumamku dalam hati.

Dari perbedaan pendapat itu, percakapan kami jadi agak panjang. Lebih dari secangkir semangat pagi. Padahal waktu itu sudah masuk jam kerja (Uups, korupsi waktu detected :p). Aku merasa jawabanku tidak salah. Bagaimanapun, cinta itu subjektif. Seperti yang pernah kutulis dalam postinganku sebelumnya, cinta punya makna yang berbeda pada tiap orang. Maka alasan tiap orang jatuh cinta pun boleh berbeda. Pria itu bisa saja merasa benar-benar menyukai temanku karena alasan itu tanpa menyadari kalau alasannya dangkal. Ia hanya mendefinisikan perasaan yang bersemi di hatinya sebagai rasa suka. Tidak perlu disalahkan. Kita cukup memilih untuk menerima atau tidak alasannya.

Berhubung ada “tugas Negara” yang menanti, obrolan kami pun terpaksa diakhiri dengan kesepakatan tersebut. Terima atau tidak. Obrolan bubar tapi isi di kepala masih betah berdesakan. Jadi, aku tuangkan saja disini ya, guys :D.

Aku tergelitik untuk mendiskusikan perihal cinta yang muncul begitu saja tanpa alasan. Benarkah ada?

Photo by Windawinz
Katanya cinta yang tulus itu bila kita mencintai seseorang apa adanya, bukan karena ada apa-apanya. Tapi bukankah mencintai “apa adanya” berarti kita mencintai apa yang ada pada pasangan kita? Dia pintar, baik, rapih, humoris, atau atribut-atribut lainnya yang ada pada orang itu. Hal itulah yang membuat kita jatuh cinta padanya, bukan dengan orang lain yang tidak memiliki hal-hal tersebut. Itu sama saja kita cinta dia karena ada apa-apanya, bukan?

Secara psikologis, menurut artikel M. Farouk Radwan, setiap orang memiliki kriteria pasangan di alam bawah sadarnya. Namanya saja alam bawah sadar, makanya kadang orang pun tak sadar dengan kriterianya. Ketika ia bertemu seseorang yang ternyata match dengan kriteria alam bawah sadarnya, maka ia akan merasa tertarik pada orang tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, semakin ia mengenalnya dan semakin sering waktu yang dihabiskan bersama orang itu, maka rasa sayang pun akan tumbuh. That’s why kita tidak jatuh cinta dengan setiap orang yang kita temui. Only the match one can make us fallin. Pun orang itu harus reachable. Artinya kita merasa orang itu ada dalam jangkauan kita, bisa kita gapai. Kalau orang yang match adalah artis atau tokoh-tokoh dunia nun ‘jauh’ di sana, kita hanya merasa mengidolakan mereka. Bukan jatuh cinta.

Perihal kriteria alam bawah sadar, banyak hal yang bisa mempengaruhi isi dari kriteria tersebut. Aku sharing singkat saja, masih menurut pendapatnya M. Farouk Radwan:
1.       Similar looks, jatuh cinta bisa terjadi pada seseorang punya kesamaan dengan orang yang pernah atau masih  dicintai. Misalnya jatuh cinta pada orang yang punya kemiripan wajah atau karakter dengan mantan pacar. Bisa pula bila seorang wanita sangat sayang dan mengidolakan ayahnya lalu ia bertemu dengan pria yang karakternya mirip dengan sang ayah, ia pun akan jatuh cinta.
2.       Unmet need, bila seseorang memiliki apa yang  kita butuhkan atau yang tidak kita miliki, orang itu bisa membuat kita jatuh cinta . Misalnya seseorang yang pemalu akan cenderung tertarik pada orang yang punya rasa percaya diri tinggi dan supel. Contoh lain bila seorang pria kekurangan kasih sayang ibu sejak kecil, ia bisa jatuh cinta pada wanita yang penyayang dan keibuan. Hal ini juga bisa menjelaskan mengapa bule cenderung tertarik pada orang Indonesia yang berkulit sawo matang, berbeda dengan warna kulit mereka.
3.       Similarity, seseorang bisa jatuh cinta pada orang yang punya kesamaan dengannya. Misalnya kesamaan agama, pendidikan, hobi, minat, visi hidup, dan sebagainya.
4.       Opposite attract, kalau mau disimpulkan tiap orang akan mencari pasangan yang memiliki hal-hal berkebalikan dengan yang tidak disukai dari dirinya dan atau memiliki apa yang disukai dari dirinya.

So, adakah cinta yang tak beralasan? Rasanya tidak ada. Hanya saja alasannya sering tidak disadari. Cinta yang muncul dengan alasan pun bukan berarti cinta itu tidak tulus. Kalau pura-pura suka, pura-pura perhatian, pura-pura memuji, baru boleh disebut tidak tulus.  Secara alami, benak kita akan selalu mencari cara untuk bahagia. Salah satunya dengan menemukan pasangan yang potensial memberikan kebahagiaan. Bila seseorang merasa kesepian, tidak ada teman yang mendengar keluh kesahnya, maka bertemu orang yang bisa menjadi pendengar yang baik berpotensi membuatnya jatuh cinta. Karena bersama orang itu, ia tahu kalau ia akan merasa bahagia. Proses penentuan siapa orangnya terjadi di benaknya. Setelah benaknya mengizinkan, barulah hatinya akan jatuh cinta. Dan tentu saja proses ini tidak disadari.

Cinta itu dari mata, mampir ke pikiran, baru turun ke hati :D.

It’s nice to share. Semoga bermanfaat ^_^.

1 comments:

Anonymous said...

Jadi belajar banyak, terima kasih buat tulisannya.