Millennium Actress, Unik tapi membingungkan

“Film yang aneh” - itu kesan pertama yang gue dapat setelah menonton film ini.

Film Millenium Actress ini merupakan film animasi. Film ini berkisah tentang seorang artis berusia 70 tahun, Chioyoko, yang sedang menceritakan kisahnya di masa muda dalam mencari seorang pemuda misterius kepada dua orang wartawan, Genya dan Kyoji. Chioyoko menceritakan suatu hari ia bertemu dengan pemuda misterius yang memberikannya sebuah kunci. Kemudian pria itu pergi tiba-tiba. Chioyoko yang merasa harus mengembalikan kunci itu padanya, menerima tawaran untuk menjadi pemeran film dengan tujuan agar bisa bertemu dengan pria yang ternyata sudah dicintainya.


Dari segi penceritaan, alur cerita dalam film ini agak membingungkan. Karena menceritakan masa lalu, setting dalam film ini berubah begitu cepat. Selain itu, karena di masa muda Chioyoko merupakan seorang artis, jadi ada kilas balik ketika Chioyoko film-film yang pernah diperankannya. Ketika kilas balik, sulit membedakan mana yang merupakan kisah nyata chioyoko dan mana yang merupakan film yang dimainkan Chioyoko. Kilas balik yang diceritakan Chioyoko terkadang bersambung dengan kilas balik di masa yang berbeda sehingga agak membingungkan. Mungkin maksud sutradara membuat Chioyoko yang berpindah-pindah dari satu film ke film lainnya dengan era yang berbeda untuk menunjukkan perubahan waktu, namun membuat alurnya menjadi sulit dicerna. Begitu pula kemunculan Genya dengan berbagai peran secara tiba-tiba dan terlibat dalam kilas balik tersebut membuat jadi membingungkan. Apakah Genya benar-benar terlibat pada kejadian sebenarnya atau hanya khayalan Genya. Terkadang ia muncul sebagai pendekar, pelayan dan sebagainya. Misalnya saja saat ia tiba-tiba muncul sebagai pendekar yang membantu Chioyoko melarikan diri dari kejaran. Apakah peran tersebut memang ada atau hanya khayalan Genya saja. Jika tidak ada, bagaimana nasib Chioyoko saat dikejar orang-orang tersebut? Siapa yang menolongnya?

DUFAN, The best place for katarsis

Libur tlah tiba…

Libur tlah tiba….

DuFan… DuFan … DuFan… Hore!

Hua… setelah ber-lieur2 ria di kampus, tempat yang paling pas untuk dituju adalah DuFan. Serius deh, gue cinta banget sama DuFan (coz I never go to Disneyland). Why? Pertama dari suasananya. Kalo kayak makanan, dufan has pleasure flavor. Di sana tuh ramai. Full orang, full musik, full wahana, full teriakan, full deh pokoknya. Sebenernya gue lebih suka pas DuFan lagi nggak crowded sama rombongan2 dari berbagai daerah yang pindahan ke sana (biasanya pas libur sekolah). Tapi kalo terlalu sepi juga nggak asyik. Di sana juga ada hawa energik. Begitu menginjakan kaki di sana, energi dan adrenalin gue langsung bertambah. Bawaannya seneeeeng banget. Langsung deh lupa kalo satu semester kuliah bener2 melelahkan. Kaki gue nggak nggak terasa cape’ bolak-balik muterin DuFan (even pas pulangnya baru ngerasa kaki gue kayak mau patah).

Kedua, of course wahananya. Buat gue wahana2nya seru dan ngangenin. Selain itu juga bisa buet tempat katarsis (meluapkan perasaan). Ini pas banget didatengin setelah UAS karena pasti banyak banget perasaan yang bisa diluapkan disana. Buat gue sendiri, teriak sekencang-kencangnya adalah bentuk katarsis yang bisa melegakan. Dan cuma di DuFan gue bisa teriak kenceng tanpa dianggap aneh. Kalo ke pantai, banyak orang. Aneh juga teriak-teriak ke laut. Ke gunung, agak ribet. Lagian juga sekarang sering hujan.